PENS-ITS --> LLU

It Was TEKNOLOGI INFORMASI,Now LLU

Senin, 29 Oktober 2007

Teknologi Biometrik Persempit Pemalsuan Data

PEMBUATAN paspor dengan sistem foto terpadu berbasis biometrik, mulai diterapkan di Kantor Imigrasi (Kanim) Bandung, Senin (6/2). Pemerintah menganggap penting untuk menerbitkan paspor dengan teknologi itu, mengingat tuntutan perlunya security features canggih dan sulit ditiru, agar paspor RI sulit dipalsukan. Dalam paspor baru dilengkapi pengamanan dengan teknologi biometrik (Pikiran Rakyat, 11/2/06).

SEORANG pemohon paspor melakukan pindai jari tangan saat proses pembuatan paspor dengan sistem foto terpadu berbasis biometrik yang mulai diterapkan di Kantor Imigrasi (Kanim) Bandung sejak Senin (6/2).*M. GELORA SATA/”PR”

Penerapan teknologi biometrik tentu berbeda dengan teknologi sebelumnya yang memisahkan pembuatan foto dan sidik jari. Teknologi biometrik mampu mempersempit proses tersebut dalam beberapa menit yang terhubung secara online dengan kantor pusat sebagai penyimpan data biometrik (wajah dan sidik jari) dan antarkantor imigrasi untuk mencegah perolehan paspor ganda (lebih dari satu) pada orang yang sama karena memiliki dokumen identitas ganda.

Dalam arti lain, sistem personalisasi (pengisian data) berdasarkan Machine Readable Passport (MRP) foto terpadu dengan media stiker/label yang digunakan selama ini, diganti dengan sistem cetak langsung (direct printing) pada halaman data (data page). Dalam aplikasinya, foto dan sidik jari dilakukan secara elektronis dengan imaging system, sehingga tidak mudah dipalsukan atau dikelupas. Sekarang timbul pertanyaan, apakah dengan penggunaan teknologi biometrik data pada paspor itu betul-betul tidak dapat dipalsukan atau hanya mempersempit ruang gerak dunia bisnis pemalsuan paspor?

Teknologi biometrik

Manusia dengan akalnya memiliki kemampuan untuk mengembangkan suatu teknologi. Begitu juga kehadiran teknologi biometrik merupakan hasil dari manusia-manusia kreatif yang telah mengembangkan ilmunya. Teknologi biometrik adalah suatu metode untuk mengidentifikasi atau mengenali seseorang berdasarkan karakteristik fisik atau perilakunya.

Pengembangan teknologi biometrik ini dilatari bahwa pada dasarnya setiap manusia memiliki sesuatu yang unik/khas. Keunikan tersebut tentu hanya dimiliki oleh dirinya sendiri. Untuk mewujudkan gagasan itu, tentu harus didukung oleh teknologi yang secara otomatis bisa mengidentifikasi/mengenali seseorang dengan memanfaatkan teknologi semikonduktor.

Sebenarnya, sidik jari hanya sebagian dari teknologi biometrik yang bisa dimanfaatkan, sebab bagian-bagian dari tubuh manusia yang bersifat unik/spesifik dan juga akurat ada banyak jumlahnya, di antaranya adalah sidik jari, struktur wajah, iris, dan retina mata. Namun, pada saat ini teknologi yang paling berkembang ialah pengenalan dengan sidik jari.

Persempit pemalsuan

Penggunaan alat teknologi biometrik merupakan bagian dari proses autentikasi. Selama ini para ahli keamanan, terutama dari pengusaha pembuat produk biometrik sidik jari mengatakan, untuk mengakali alat tersebut merupakan hal yang mustahil (tidak mungkin terjadi). Alasannya, sidik jari merupakan hal unik. Sidik jari tiap orang berbeda dan tidak mungkin sama persis.

Argumentasi para ahli tersebut, memang benar dan diakui oleh umum. Namun, bagaimana kalau kondisi orang yang punya jari itu dipotong, lalu dibawa ke tempat mesin biometrik sidik jari? Atau orangnya sendiri ditodong kemudian disuruh untuk mengautentikasikan sendiri ke mesin biometrik tersebut?

Hal-hal tersebut merupakan beberapa kemungkinan sadis yang dilakukan oleh mereka yang berkepentingan untuk mendapatkan data palsu. Namun, apa yang dilakukan seorang profesor matematika dari Jepang, Tsutomu Matsumato adalah sangat sederhana sekali untuk mengakali mesin biometrik sidik jari ini.

Seperti apa yang dikutip oleh Harianto Ruslim, penulis buku ”Hack Attack”, profesor matematika dari Jepang itu menggunakan gelatin (gel atau agar-agar) dan cetakan plastik untuk menghasilkan gummi yang berbentuk jari dengan sidik jarinya ada di gummi tersebut. Perbuatan ini dapat mengakali 11 sistem autentikasi sidik jari dengan tingkat keberhasilan sebesar 4 kali dari 5 kali usaha atau tingkat keberhasilannya mencapai sekira 80 persen.

Artinya, dengan proses yang dilakukan profesor tersebut, ada kemungkinan yang besar kalau orang lain untuk menindaklanjuti, bisa jadi sidik jari yang ditinggalkan seseorang di gelas misalnya, dapat kita pindahkan dan dibuat jari palsunya dari bahan jeli.

Akhirnya, yang harus kita sadari bahwa security bukanlah hanya semata-mata penggunaan teknologi, melainkan suatu perjalanan. Sehingga, benar adanya apa yang dikatakan Kepala Humas Ditjen Imigrasi, Drs. Soepriatna Anwar, bahwa dengan penggunaan teknologi biometrik diharapkan pengamanan paspor RI sebagai dokumen negara dapat ditingkatkan dan ruang gerak sindikat pemalsuan paspor dapat dipersempit. Di samping itu, bukankah teknologi --apa pun bentuknya--pasti punya kelebihan dan kekurangan. Tinggal bagaimana kita menyikapi hal-hal tersebut demi kebaikan.***

Tidak ada komentar:

Laman